"Welcome to Hole of Nightmare, dear... Oh, you can't get out of this place, don't you? That's sounds great for me..."

Kamis, 31 Desember 2009

Unforgotten Memories

Unforgotten Memories


Featuring :
Echo Vii Springfield // Sound of Echo (NPC)
Alice Springfield // Alice
Jacob Klysierr // Jack (NPC)


Insert Song:
Every time You Kissed Me - Emily Bindinger


The Story based on 1600’s era




Night Glance City, Inggris
16 Maret 1657

Kota yang tenang. Hamparan salju mulai meninggalkan jejaknya sedikit demi sedikit. Meski udara masih dingin, ini menandakan bahwa musim semi akan datang. Kota yang penuh kedamaian, dibalik musim dingin yang akan berakhir, dan berganti dengan musim semi.

Namun..

Tidak untuk saat ini. Tak ada lagi keceriaan yang selalu terdengar oleh canda tawa anak-anak yang berlarian. Tak ada seorangpunyang sedang berkumpul, berkumpul di rumah masing-masing, berbagi kehangatan di depan tungku perapian untuk menunggu berakhirnya musim dingin.

Semua itu telah musnah.. Tragedi yang amat mengerika, kota ini sekarang berhiaskan bangunan runtuh, mayat yang tergeletak begitu saja.. Kota yang penuh dengan keceriaan itu telah sirna.. Dan berganti menjadi dengan dunia yang penuh dengan tragedi dan peristiwa berdarah.





Itulah yang dipikirkan oleh gadis bergelas light blue itu. Baginya, ini adalah sebuah peperangan yang, tak berguna sepertinya. Sebenarnya, ia sendiri tidak ingin berperang, namun semua itu baru saja dimulai.

Gadis mungil ini bernama Echo. Meski Dengan sigap ia menaiki kuda putihnya juga membawa sebilah pedang, lengkap dengan sarung pembukus pedangnya menuntun para pasukan ke tempat terjadinya perkara. Tepatnya di pusat Kota Night Glance. Seperti dugaan, tempat ini adalah tempat dimana ‘pesta berlumuran darah’ terjadi. Gadis ini masih 15 tahun, yang hanya menyandang nama keluarga Springfield dan lekas menjadi seorang Leader untuk generasi berikutnya. Hanya itulah yang dipegang teguh olehnya selama 15 tahun ini.

Meski dirinya selalu dimaki-maki oleh ayahnya sendiri, hal sepele seperti ini tidak menjadi masalah bagi gadis remaja bergelas light blue itu. Gelas light blue miliknya itu selalu mencerminkan dirinya yang pantang menyerah, dan agak terlihat suram sendu kalau sedang berganti kepribadian yang misterius. Kenapa? Karena ia adalah orang pemilik kepribadian ganda. Percayalah, jangan buat ia mengamuk. Atau nanti nyawamu akan melayang dalam sekejap.





Sepi, tak ada tanda-tanda penyerangan. Mungkin saja para The Great Aristocratic Families yang lain sedang menyiapkan strategi yang matang untuk mendapatkan Heartless. Inilah yang dilakukan para Keluarga Bangsawan selama berabad-abad lamanya.

Heartless, apakah itu? Menurut legenda mengatakan, adalah batu Kristal murni berbentuk hati yang katanya dapat mengabulkan paling mustahil sekalipun. Setelah itu, tak ada lagi informasi terperinci tentang legenda misterius bernama Heartless ini. Konon, ada yang mengatakan bahwa Heartless ini berkaitan dengan sebuah dimensi paling tabu yang ada di Night Glance City dan sekarang dijadikan sebagai penjara khusus bernama Hole of Nightmare.

Sudah lebih dari satu jam mereka disana. Akhirnya gadis bergelas light blue itu memimpin pasukannya untuk kembali ke kediaman Springfield. Sepertinya perang untuk hari ini berakhir sejenak. Walau ia sendiri tau itu adalah kemungkinan yang kecil sekali.

Dugaannya meleset dengan telak. Baru saja ia menyeruput tehnya dan bersandar di kursinya, suasana kembali genting. Menurut para Shrine Maiden – para Pendeta penjaga Heartless – memberi kabar bahwa Heartless telah terpecah menjadi 4 kepingan. Dan alangkah kagetnya mereka bahwa satu kepingan itu muncuk di kediaman ini. Echo sebenarnya ogah-ogahan, namun ini merupakan perintah.

“Echo-ojousama.. Heartless telah menampakkan dirinya..” seorang Shrine Maiden berseru. Ia amat antusias menyampaikan hal ini.

Echo merasa amat tidk senang, karena istirahatnya yang tenang itu terganggu hanya karena suatu hal. “Bisakah kau jelaskan dengan rinci, Maria?”

“Tepatnya kemarin, kami para Shrine Maiden meramalkan keberadaan batu Heartless sesuai perintah. Namun, di ramalan itu mengatakan bahwa Heartless akan terpecah menjadi 4 kepingan, Nona.” ucap Maria, sang Shrine Maiden keluarga springfield.

“Terpecah menjadi 4 keping?” Echo mengerutkan dahinya. Tidak mungkin. Mustahil Heartless terpecah menjadi 4 bagian. Kalau iya, siapakah gerangan yang memecahkan batu keramat itu? Ia berani bertaruh bahwa tidak ada seorangpun yang bisa melakukannya.

“Ya, dan kami baru saja menemukan kepingan itu di kediaman ini.” ucap si Pendeta ini tanpa menghentikan geraknya.

…”Eh?” Echo menghentikan geraknya disini. Heartless ada di kediaman ini? Yang benar- saja. Bisa-bisa terjadi perang besar-besaran di kediaman ini. Sayang beribu disayangkan, tak ada celah untuk mengelak. Gadis bergelas light blue itu mempercepat langkahnya bersama beberapa pengawal mengiring-iringi dibelakang.


...aneh tapi nyata.


Mungkin itu adalah kesan pertama yang kau dapatkan saat melihat ini. Sungguh bukan main luar biasa keajaiban ini. Kepingan Heartless sekarang berada di hadapannya. Meski hanya sepotong kecil, kekuatannya amat sangat berharga. Lalu, dimana kepingan Heartless yang lainnya?

“Echo, anakku…” suara seorang laki-laki dewasa yang tak asing baginya mengagetkan Echo. Tak lain dan tak bukan adalah sang Ayah yang amat dibenci olehnya, Raven Nel Springfield. Gadis bergelas light blue itu bergidik, tak mau membuka mulut atau menyapanya.

“Ini perintah untukmu…” mendadak muncul sebuah lubang hitam, dan pria paruh baya itu berani-beraninya mendorong anaknya sendiri kedalam lubang hitam tersebut. Echo tetap bertahan, namun pegangannya terlepas sehingga ia terseret kedalam dunia kegelapan.


I know... This is my DESTINY…
Can I escaped from thi nightmare?
I hope I can do it…


~:*****************************:~



-kelam..

Suara gemercik air terdengar samar-samar, tiupan angin, bau basah yang begitu asing untuk di hirup memecah suasana, termasuk membangunkannya dari kehampaan. Gadis ini mencoba membuka matanya.

“Lihat, sang Penguasa telah tersadar dari tidurnya…” terdengar suara-suara yang sangat asing disekelilingnya.

…Penguasa? Apa maksud perkataan mereka? Siapa mereka?

“Sst.. Jangan berisik.. Kau membuatnya terganggu…” suara-suara itu kembali bermunculan. Akhirnya Echo dapat membuka kedua matanya. Dilihat beberapa sosok monster, lalu beberapa orang yang memakai jubah berwarna hitam.

“Siapa kalian?” tanya Nona bergelas Lightblue itu dengan lantang dan tatapan yang serius, memperhatikan gerak-gerik mereka.

Tunggu, sebenarnya apa yang terjadi disini? Ia berusaha mengingat.. mendadak ingatannya berkelit sesaat, kepalanya terasa sakit dan pusing. Echo berusaha bangit, namun sebuah tangan menahan geraknya.

“Yang Mulia, Sang Penguasa Hole of Nightmare…” mereka yang ada dihadapannya berlutut dan memberikan hormat pada gadis ini yang disebut-sebut sebagai ‘Penguasa’.

Suasana begitu hening, mendadak mereka mengangkat Echo dan membawanya ke sebuah.. singgasana kerajaan sepertinya. Tapi, siapa mereka? Pertanyaan itu terukir dalam benaknya.

Kembali memejamkan mata sejenak. Rupanya monster itu menghilang dalam sekejap mata. Ia menjadi terpuruk dalam kehampaan dunia yang ia pijakkan kali ini. Selang beberapa waktu, gadis itu membuka kedua matanya. Bersandar pada tempat duduk, sambil melihat sekeliling tempat itu.


--asing…


“Rupanya ada Penguasa yang baru, ya… Tak dapat disangka-sangka kalau Penguasa kali ini… perempuan..”

Sekarang terdengar suara laki-laki. Siapa lagi dia? Echo melihat sekelilingnya, mencari sumber suara itu. Dan, aha.. didapatnya seorang lakilaki tengah berdiri dan bertepuk tangan. Pancaran mata berwarna blue shappire, dan rambut panjang pirang keemasan yang dikepang kuda. Wajah yang terlihat bijak dan senyuman yang manis muncul menghiasi wajah pria bergelas blue shappire itu.

Hal ini membuat Echo terpesona. Yang ia ingat hanyalah.. ayahnya mendorong diri Echo yang malang kedalam lubang hitam. Tapi.. kemudian ia terjatuh kemana? Apakah ia terjatuh kedalam lubang kematian seperti halnya ‘surga’ atau ‘neraka’?

…selang beberapa detik terpesona dengan pemuda itu, Echo segera menepuk-nepuk pipinya sendiri dan akhirnya kembali sadar. “Oh, maaf.. Tadi aku melamun sebentar…” ia menjadi salah tingkah. Echo merasa mulai timbul perasaan ‘suka’ terhadap orang ini. Mungkinkah cinta pada pandangan pertama? Benar-benar konyol…

“Oh ya, Nona.. apa anda baik-baik saja dengan luka dikepalamu itu?” pemuda itu mendekat dan menunjuk sebuah torehan luka yang mengucurkan banyak darah di kepala Echo yang mungil.

“…luka?” Echo mencerna setiap kata pemuda itu baik-baik. Eh?! Tak dapat disangka kalau ia sedang terluka. Dengan perlahan Echo memegang pelipisnya. Astaga! Tangannya yang mungil dan berbungkuskan sarung tangan dari kulit itu menjadi merah. Wajahnya seketika pucat dan ia tumbang disaat seperti ini. Semoga saja ada yang menolongnya.




‘Apakah pertemuan ini sudah menjadi TAKDIR? Aku tak menyangka.. akan sampai sejauh ini…’



~:*****************************:~



Semenjak Echo berada disini, kesehariannya berubah drastis. Para monster-monster yang hidup disana selalu menghormati Echo, sang Penguasa. Monster ini atau yang disebut sebagai AXLE selalu menemani Echo, bahkan sungguh baik hatinya mereka memberi nama panggilan untuk Penguasa mereka dengan nama Sound of Echo. Berhari-hari ia disana, barulah Echo menyadari suatu hal bahwa tempat ini tak lain adalah Hole of Nightmare.

Pemuda bergelas blue shappire itu sudah sering menemani dan bertemu dengannya. Meski sering bertemu, mereka hanya berbicara sedikit saja. Mungkin dikarenakan Echo yang berganti kepribadian sebagai seorang Echo yang Misterius dan suram.

“Kenapa kau bisa sampai ditempat ini, Nona?” pemuda itu membuka topik pembicaraan.

“Entahlah… aku tak mau meningat hal seperti itu…” Echo berkata dengan amat simple.

Biasanya, setelah itu pembicaraan mereka akan terhenti. Kedua orang itu saling diam tak bergeming. Memangnya kau harus membayar untuk berbicara sepatah-dua patah kata? Karena ia makin tertarik dengan Nona berkepribadian ganda ini, pemuda ini terus mengajak mengobrol.

“Oh begitu… perkenalkan, namaku Jacob Klysierr. Orang-orang memanggilku dengan nama Jack atau Jacob. Bagaimana denganmu?”

…diam “…”

“Kau tentu punya nama kan, Nona?”

“ …” mengangguk, berarti YA.

“Kalau begitu siapa namamu?”

“….Echo…” kata gadis itu dengan tenang dan datar. Seperti inilah Echo yang sebenarnya, pendiam dan selalu tenang.

“Echo? Nama yang bagus.. Aku suka nama itu.” Jack tersenyum memuji pada ‘sahabat’ barunya.

“……..terimakasih…” gadis ini hanya tersipu-sipu dan menunduk.

Keduanya telah rehat sebentar. Tak terasa sudah 2 hari terperangkap disana. Disaat-saat seperti itu, Echo mendapat kabar bahwa ada seseorang selain mereka yang terperangkap pula ditempat itu.

“Kau tahu, Echo.. Sebenarnya ada seorang lagi yang menjadi tawanan disini.” ucap Jack dengan pelan.

“….oh… Aku tak peduli akan hal itu…” Echo seperti biasa, merespon atau menjawab dengan simple dan tidak ribet. Seperti yang diketahui, ia berkepribadian ganda.

Jack tersenyum melihat Echo yang sering salah tingkah itu. “Saat kutanya padanya, ‘Siapa namamu?’, gadis itu menjawab bahwa namanya adalah.. siapa ya.. aku lupa akan hal itu. Hehehe” cengir Jack. Mendengar hal itu, Echo sempat-sempatnya kembali ceria seperti dulu.

“Ahahahahaha! Rupanya Jack pelupa! Ahahahaha!”

“Syukurlah akhirnya kau bisa tertawa juga…”

“Maaf, maaf.. Aku ini kan kepribadian ganda jadi aku kemarin tak bisa terta-“, sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Jack segera mencium pipinya dan segera tersenyum.

“Kau benar-benar aneh…” ucapnya. Lalu ia mengacak-acak rambut Echo dengan pelan. Mendapat ciuman di pipi saja sudah membuat Echo memerah.

Gadis bergelas light blue itu mengalihkan pandangannya ke langit-langit tak berporos, berwarna hitam pekat. “Itulah takdir…” katanya singkat.


‘Kuharap… Kenangan ini akan terus terkenang dihatiku…’


~:*****************************:~




Oh oke, chapter 1 akhirnya di post juga.. m (_ _) m
maaf banget kalo jelek =w=

Forbidden Love (Alice X Yukiji) Chapter 3: I Believe You.. Someday...

Title: Forbidden Love
Rating: M! mulai chapter ini.. turun menjadi.. T !
Author: Alice Springfield // Yukiji Sakai // Echo Vii Springfield

"Besok, kalian berdua... Datang ke Ruang Rapat... Kalian harus kuberi hukuman.", Echo memutar badannya dan keluar dari kamar itu. Seketika ruangan itu hening.

“A..apa maksudnya….itu?”, Alice tercenggang setelah mendengar perkataan kakaknya itu. Ia gemetar. Entah, wajahnya terlihat pucat pasi. Pemuda bergelas blue shappire itu mendekati Alice dan memeluknya.

“Apapun yang terjadi… aku pasti akan melindungimu…”, kata Yukiji dengan nada datar. Ia memeluknya dengan erat dan mengelus rambut pirang milik gadis bergelas emerald green itu dengan pelan.

“Yukiji….”, Alice terdiam merenungi perkataan kakaknya. Ia merasakan belaian lembut di kepala mungilnya, dan kehangatan yang timbul karena pelukan yang diberikan Yukiji.

…”Tidurlah … Tenang saja, aku akan selalu berada disampingmu…”

.

.

Keesokan harinya…


Alice dan Yukiji berjalan menuju ruang yang dituju. Alice terus saja menghentak-hentakkan kakinya. Ia tidak takut lagi pada kakaknya Echo. Apapun hukumannya, akan dijalani meski ia harus mengorbankan nyawanya. Akhirnya, mereka sampai di ruangan itu. Dari ambang pintu, terlihat bayangan Echo yang sedang membelakangi mereka. Duduk menghadap jendela.

“Ah… Kalian sudah datang rupanya…” Echo memutar badannya, ia tersenyum dingin pada adiknya sendiri.

“Apa maumu mengajak kami kesini, berengsek?!” Alice geram dengan kakaknya, namun tangan Yukiji telah mencegat gerakan Alice.

“Hoo.. Kau mau mengamuk ya, adikku tersayang? Fufufufu… “ Echo malah terlihat senang dengan adiknya yang mulai marah padanya.

“Diam kau! Apa maumu! Cepat katakan!”

“Baiklah… Penjaga. “ Echo menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba muncul dua orang penjaga di belakang kedua orang ini.

“Tangkap mereka… “ perintahnya dengan lantang. Alice dan Yukiji segera di kekang oleh penjaga-penjaga itu hingga akhirnya mereka tidak bisa bergerak.

“Alice! Ukh…” saking kuatnya kekangan itu, Yukiji menjadi kesakitan dan susah memberontak.

“Lepaskan aku! Dasar bodoh!” tanpa ragu-ragu, Alice menendang kedua penjaga tersebut. Namun saking kuatnya mereka, tendangan itu tak ada rasa sakit sedikitpun.

“Fu..fufufu… Itulah akibatnya karena telah membuatku marah… Wahai adikku tersayang…” Echo bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Alice. Lalu dipegangnya dagu Alice.

“ Hukuman untuk kalian sudah kuputuskan… Tapi, karena kau adalah adik kesayanganku.. Maka, kau harus memilih salah satu…”

“Jangan sakiti Alice! Izinkan saya untuk menanggung hukuman dari anda…” kata Yukiji dengan nada meyakinkan. Ia tak main-main sekarang. Alice, dan Echo tercenggang mendengarnya. Echo segera tersenyum dan kembali ke mejanya.

“Yukiji! Apa kau sudah gila ya?! Hentikan itu bodoh ! Pikir dulu baik-baik ! Yukiji !!” sekeras apapun Alice berteriak, Yukiji sama sekali tak menghiraukannya. Echo benar-benar puas akan hal ini, ia mendekati Yukiji. Kemudian diangkat dagu pemuda itu.

“Fufufu.. Sekarang kau mau jadi pahlawankah? Sesuai permintaanmu… Kalau begitu, kau.. seret pemuda ini keluar dan ikat dia di tiang diluar sana. Cambuk dia tanpa ampun!” perintah Echo pada penjaga itu.

“Baik!” seorang penjaga yang tadi mengekang Yukiji segera melakukan perintahnya, Yukiji diseret-seret keluar ruangan oleh penjaga itu.

“Lepaskan dia!!” Alice berusaha melepas kekangannya. Tapi ia kehabisan tenaga untuk melakukanya.

“Khu…huhuhuhu.. Selamat menikmati peristiwa ini, wahai.. adik kecilku… “ Echo menjambak rambut Alice dengan kuat, lalu melepasnya.

“Kau, bawa dia keluar juga… Ayo, kita melihat penderitaan sang Pangeran… Fufufu…”

.

.

.

~:**********:~


Alice masih tetap dikekang oleh penjaga tersebut, sungguh malang nasibnya kalau ia diseret-seret. Echo berjalan didepan dengan tatapan senyum sadis nan dingin. Sesudah sampai disana, Alice dilepaskan kekangannya. Dan.. sungguh terkejut dirinya, wajahnya seketika pucat pasi. Pemuda yang ia sayangi itu, sekarang sedang diikat kedua tangannya dan dicambuki tubuhnya tanpa rasa ampun nan laknat itu. Pupilnya mengecil, ekspresi wajahnya amat shock, air mata mulai mengalir, membasahi wajahnya.
“Yu….yukiji? Bo..hong… itu…pasti… bukan Yukiji…”

Dari kejauhan Alice dapat mendengar suara teriakan kesakitan karena dicambuk seperti itu. Ia melihat sesosok laki-laki dicambuki tanpa ampun, dengan luka memar di sekujur tubuh lelaki itu, berkeringat, menahan rasa sakit yang dideritanya. Tak salah lagi, pemuda itu adalah Yukiji yang dicintainya.

“Tak…mungkin…” langkah kecilnya mulai berjalan mengarah Yukiji. Pemuda bergelas blue shappire itu melihat sekilas Alice berjalan kearahnya.

“Bodoh! Jangan kemari—AARRGH!!!” cambukkan itu terus menghantam tubuhnya yang kurus itu. Benar-benar menyakitkan.

“Kau, berhenti, dan lepaskan ikatan pemuda itu, SEKARANG…” Echo memberi perintah pada penjaga itu.

“Ta-tapi Nona…”

“Diam kau! Cepat laksanakan perintahku!!”

“Ba-baik!” sesuai perintah, penjaga itu berhenti mencambukinya. Yukiji tumbang disaat itu juga. Tubuhnya penuh luka. Alice segera berlari kearah Yukiji.

“Yukijii!!” suara nyaringnya terngiang ditelinga Yukiji samar-samar.

“A..li..ce…..” Yukiji berusaha bangun, namun tenaganya mulai benar-benar hilang. Nafasnya tersengal-senggal. Alice segera duduk dan memeluk Yukiji, airmatanya mulai menetes tak dapat dihentikan lagi.

“Maaf ya… Sepertinya… aku tak bisa terus berada disisimu…” dengan suara parau, Yukiji memegangi pipi Alice yang basah. Air mata Alice tak kunjung berhenti.

“Kumohon… jangan katakan hal itu…” Alice terus menangisi Yukiji yang ada di pangkuannya. Dengan tenaga terakhirnya, Yukiji mengelus kepala Alice dengan lembut.

“…Alice… berjanjilah padaku… Saat aku mati nanti.. Lupakanlah segalanya tentang aku.. Namaku, wajahku, suaraku, kenangan saat kita bersama… semuanya…”

“Tidak! Aku tak mau melakukan itu! Aku tak mau melupakanmu!”

“Alice… Bernajilah….” Yukiji menatap mata Alice dengan tatapan penuh arti.

“Yu…ki…ji…” Alice memanggil nama itu untuk terakhir kalinya, mungkin. Ia masih ingin melihat wajahnya lebih banyak, membuat kenangan bersamanya, menatap mata blue shappire-nya.. Takdir..berkata lain..

“Tidurlah dan lupakan semuanya…” Yukiji menutup matanya, dan menghembuskan nafas terakhirnya. Akankah ia pergi meninggalkan semua orang yang dicintainya? Siapa yang tahu…


----------------------TO BE CONTINUED----------------

Selasa, 29 Desember 2009

Forbidden Love (Alice X Yukiji) Chapter 2: Forbidden Love Between Us

Title: Forbidden Love
Rating: M! (tapi kalau ada yang anak-anak dibawah umur ingin membacanya, silahkan saja)
Author: Alice Springfield
Author's note: Untuk membuat cerita ini makin menyentuh, silahkan dengarkan lagu Everytime You Kissed Me - Emily Bindinger. Jangan lupa untuk di-repeat.

“Kalau iya, aku tak akan ragu-ragu melakukannya untukmu…”, katanya sambil mengadah dagu Alice dan menatapnya dengan tatapan serius. Alice pun tecenggang. Semua kata itu terus terngiang dibenaknya. Alice benar-benar memerah, ia menatap Yukiji kembali dan tersenyum.
".....lakukanlah... apapun yang ingin kau lakukan padaku....", Alice menunjukkan senyum paling terbaik dan segera memeluk Yukiji. Kemudian ia mencium bibir Yukiji dengan lembut. Yukiji hanya terdiam, ia membuka kemeja yang tadi ia kenakan, dan melemparnya entah kemana. Perlahan tapi pasti, Yukiji mengelus kedua belah pipi Alice dengan lembut. Kemudian ia memberikan Alice frenchkiss yang tidak bernafsu seperti tadi, tangan nya perlahan membuka resleting pakaian Alice yang ada dibelakang. Selesai itu, ia melepaskan Alice dari pakaian tidur yang tadi dikenakan olehnya. Sayup-sayup, Alice mulai mendesah pelan.
"ngh....ngah... yukiji...kun....", desahnya. Yukiji mendengar hal itu dengan jelas, tapi ia malah tidak mau berhenti dan makin merajalela. Mereka saling melumat, air liur mereka menetes dan menyatu. Malam itu begitu indah, ruangan ini disinari oleh cahaya rembulan dan langit-langit dihiasi dengan kerlap kerlip bintang. Waktu yang tepat, dan suasana begitu romantis. Selesai membuka pakaian Alice, kini tubuh Alice yang mungil hanya ditutupi oleh pakaian dalamnya saja. Gaun tidur Alice dilempar entah kemana. Mereka saling memerah dan terengah-engah. Alice mencoba mengambil napas sejenak.
"Yu...yukiji....", kata Alice. Ia memegangi pipi Yukiji dengan lembut, dan tersenyum. Kemudian, ia melanjutkan perkataannya.
"Tuan Putri... Kau terlihat begitu sempurna dimataku...", bisik Yukiji dengan lembut di telinga kiri Alice, ia segera menjilatnya dan menggigitnya perlahan. Hal itu membuat Alice berkeringat dan merasa geli.
"yu...yukiji...ng...ah..~", Alice mulai mendesah kembali. Hal ini membuat Yukiji semakin ingin merajalela seluruh tubuh Alice. Kali ini giliran telinga kanan Alice. Setelah itu, Yukiji mencium bibir Alice dengan amat agresif. Tangan kirinya mulai turun dan uhukmerabauhuk tubuh Alice. Lama kelamaan, ciuman itu menurun ke bagian leher. Seluruh bagian dari leher Alice dijilati dan dicium oleh Yukiji tanpa rasa ampun.
"Kau mau berhenti?", Yukiji mengelus pipi Alice. Ia mulai meyakinkan Alice lagi, takut-takut Alice akan trauma dan dia akan dibenci.
"Ti...tidak... kumohon... jangan...berhenti...", keringat mulai menetes di tubuh Alice. Yukiji makin merasa iba melakukannya. Memang, ini adalah kemauan mereka berdua, tapi.. ini seperti.. Cinta terlarang antar Majikan dan Servantnya.
"Ta-tapi... Bagaimana kalau...", Yukiji mulai merasa tidak enak pada Alice yang seperti terlihat begitu menderita. Ia tak ingin, kalau Alice akan marah dan tidak mencintainya lagi sepenuh hati. Alice segera menghentikan perkataan Yukiji, ia mencium Yukiji dengan lembut dan penuh perasaan cintanya.
"Mengerti? Apapun yang terjadi... aku akan tetap mencintaimu...", katanya sambil menunjukkan tatapan penuh arti dari mata Green Emeraldnya, menatap mata Blue Shappire milik Yukiji.
"...........terimakasih, Putri...", Yukiji mulai kembali melanjutkan ‘kegiatan’ ini. Ia diam-diam membuka pakaian dalam Alice [singkat kata: bra dan celana dalam]. Yukiji sekali lagi memberi frenchkiss pada Alice. Mereka saling melumat satu sama lain, ciuman ini tak terhentikan. Lama-kelamaan ciuman ini mulai menurun ke bagian tengah. Yukiji meng-grep-grep dada Alice berkali-kali, menciumnya, dan menggigitnya perlahan. Wajar saja apabila Alice mengerang kesakitan akan hal ini.
"He..hentikan...ah...Yu..yukiji...", desah Alice yang mulai mengerang kesakitan itu. Keringat mengucur disekujur tubuhnya, ia tak tahan dengan kegelian yang dirasakan. Untuk menghilangkan rasa geli itu, Alice memeluk Yukiji erat-erat. Yukiji yang mendengar itu segera berhenti dan memeluk Alice.
"Maaf...aku membuatmu kesakitan ya...", katanya dengan nada menyesal. Yukiji benar-benar menyesali perbuatannya. Alice tersenyum pada Yukiji yang memeluknya saat ini.
"Sudahlah... lagipula, aku lumayan menikmatinya... Aku akan senang apabila kau mau melanjutkannya.. untukku...", katanya sambil melepaskan pelukan itu. Kemudian, Alice mencium bibir Yukiji sekali lagi dengan lembut, lalu menatap wajahnya.
"Alice.... terimakasih ya...", Yukiji memeluk Alice dan membaringkannya kembali. Setelah puas dengan bagian tengah, ia mulai melirik bagian benda 'terlarang' milik Alice.
"Hei, Nona... tak apa kalau kita melakukan 'ini'?", tanya Yukiji sambil menatap Alice dengan tatapan serius kembali. Alice segera tersenyum, kemudian ia menganggukkan kepalanya.
"........si...silahkan....", katanya dengan terbata-bata. Yukiji merasa tidak adil kalau hanya Alice yang tak memakai apa-apa saat ini. Akhirnya, tanpa komando lagi Yukiji juga membuka celananya. Kemudian, Yukiji segera melakukan hal 'ini' pada Alice. Alice hanya dapat menatap langit-langit diatas, ia menahan rasa sakitnya dengan memeluk Yukiji erat-erat.
"argh....h...hh....hh....", Yukiji sangat berkeringat. Begitupula dengan Alice.
"ngah....hh....hh....hhh.....", desah Alice yang sudah mulai berkeringat lebih deras daripada sebelumnya. Yukiji terus melanjutkan 'ini', ia mendekat dan mencium bibir Alice dengan agresif. Alice membuka sedikit mulutnya, mereka saling melumat. Air liur mengalir dan tak dapat dihentikan lagi. Setelah lama, akhirnya mereka sama-sama orgasm. Yukiji menyudahi kegiatan ini.
"argh...... hh...hh..hh.. Ini.. benar-benar melelahkan...", kata Yukiji sambil berbaring di sebelah Alice. Keringat masih mengucur, membasahi badannya.
"hh....hh...hh.... yah... tapi, ini benar-benar menyenangkan...", Alice memerah dan segera tersenyum pada Yukiji yang ada disampingnya. Yukiji segera bangun dan memakai pakaiannya lagi, Alice juga memakai pakaiannya kembali. Ia senang dapat melakukannya bersama Alice. Selesai memakainya, ia akan kembali ke kamarnya.
"Nah, sekarang kau tidurlah...Selamat tidur, tuan Putri...", Yukiji memberi kecupan selamat tidur pada 'Tuan Putri' Alice. Dan ia tersenyum ramah.

Kesenangan itu tidak berlangsung lama..

Saat akan membuka pintu, didepan pintu itu sudah ada seorang wanita sedang berdiri di pintu itu. Dia tampak sangat marah dan geram. Rambut berwarna silver dan mata berwarna blue crimson itu menatap dengan tatapan marah bercampur kesal. Ia adalah Echo Vii Springfield, kakak dari Alice Springfield.
“Apa saja yang kalian lakukan daritadi… ?", kata Echo dengan lantang. Oh tidak.. Alice dan Yukiji dalam tingkat bahaya. Kemungkinan besar, mereka bisa dihukum oleh Echo, karena dialah yang berkuasa.
"Besok, kalian berdua... Datang ke Ruang Rapat... Kalian harus kuberi hukuman.", Echo memutar badannya dan keluar dari kamar itu. Seketika ruangan itu hening.

-----------------------------TO BE CONTINUED-----------------------------

Senin, 28 Desember 2009

"Forbidden Love" chapter 1: In The Night

Title: Forbidden Love
Rating: M! [tapi kalau ada anak-anak yang nekat membacanya, silahkan saja]
Author: Alice Springfield

Chapter 1: In The Night

Di malam yang sunyi, Alice terbangun dari mimpi buruknya. Ia tak bisa tidur lelap. Seperti ada yang mengganjal di dalam lubuk hatinya. Untuk menghibur dirinya sendiri, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan berjalan-jalan sebentar. Dengan gaun tidur putih berhiaskan pita kecil dan renda di bagian bawahnya, dan sehelai selimut tipis yang ia sampirkan, perlahan Alice membuka pintu. Melihat ke arah kanan dan kiri. Tidak ada orang. Rupanya, muncul seorang laki-laki sebaya dengannya, memakai rompi berwarna coklat, berambut pirang sedang bersandar di dinding. Tak salah lagi, ia adalah Yukiji, sang servant.

”Nona sedang apa, keluar di tengah malam seperti ini ?”, tanya Yukiji sambil menunduk dan melipat kedua tangannya untuk mendekap dirinya sendiri.
“Ah, tidak… Aku hanya sedang.. tak bisa tidur.. Kau sendiri?”, tukas Alice dengan pelan. Ia padahal tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Alice butuh waktu untuk sendiri.
“Oh…. Aku hanya jaga malam.. Kenapa tak bisa tidur ?”, Yukiji memegangi kepalanya dengan tangan kirinya. Sebenarnya ia sendiri sedang banyak pikiran, tapi ia mencari alasan agar tidak membuat Alice khawatir. Sebelum Alice menjawab, ia telah memotong terlebih dahulu.
“Ah, bagaimana kalau kutemani?”, akhirnya Yukiji mengangkat wajahnya dan tersenyum ramah. Bola mata Blue Shappire turut member tatapan pada mata Green Emerald milik Alice.
“Tenang saja, aku tak akan berbuat yang tidak-tidak..”, ia tetawa kecil melihat Alice yang sempat tercenggang mendengar gagasan yang keluar dari mulutnya. Setelah dipikir-pikir, tak ada salahnya minta ditemani.
“Baik, baik.. Nah, silahkan masuk..”, Alice mempersilahkan Yukiji masuk ke dalam kamarnya yang luas. Disana terdapat balkon, jadi cahaya sinar rembulan dapat masuk menyinari kamar tersebut. Yukiji memasuki ruangan sambil memasukkan tangannya kedalam saku celana. Setelah itu, Alice menutup pintu dan ia berjalan menuju tempat tidur. Sesuai janjinya, Yukiji menemani Alice sampai ia tertidur. Maka, segera Alice membaringkan tubuhnya, dan Yukiji menyelimuti tubuh mungil Alice dengan selimut yang tersedia disana, lalu duduk di pinggir tempat tidur.
“Tuan Putri, saatnya kau tidur…”, katanya sambil mengecup dahi Alice dengan lembut. Sang Nona sempat-sempatnya memerah disaat seperti itu. Hatinya berdebar hebat, karena ia dicium oleh orang yang amat ia sukai itu. Yukiji tersenyum tipis lalu beranjak dari kasur. Melihat Yukiji akan pergi itu, Alice segera menarik lengan baju Yukiji kuat-kuat.
“Tunggu! Kau kan.. sudah berjanji untuk menemaniku…”, Alice menutupi wajahnya dengan selimut yang ia pakai. Kemudian ia menunjukkan wajah memelas. Karena Alice adalah Majikannya, mau tak mau Yukiji harus menuruti perkataan Nona-nya.
“Aku akan menemanimu.. Bagiku, kau adalah orang yang amat berharga dihatiku, Nona..”, Yukiji kembali duduk di pinggir tempat tidur. Alice memerah, ia segera duduk lalu menarik Yukiji ke tempat tidur. Dengan cepat, ia segera mencegat pria bermata blue shappire itu, kemudian merangkak keatasnya. Yukiji berusaha memberontak.
“Alice! Apa-apaan ini?!”, Yukiji masih berusaha memberontak. Tetapi Alice sudah mencegat kedua tangan Yukiji.
“Aku.. hanya ingin melakukannya denganmu..”, kata Alice sambil membisikkannya ditelinga Yukiji dengan lembut lalu menjilat dan menggigitnya perlahan. Yukiji memerah dan sayup-sayup, terdengar desahan Yukiji.
“He…henti..kan…ah….”, desahan Yukiji makin terdengar. Alice ingin berhenti, namun ia tak dapat berheni karena tidak bisa menahan rasa cintanya yang meluap ini. Karena merasa iba, ia berhenti melakukannya.
“Maaf… Aku kira… kau menyukainya…”, Alice bangkit dan ia pindah ke tempat semula, menunduk malu, dan menyesal. Yukiji terdiam, suasana menjadi hening. Rupanya Yukiji sedang membuka dasinya. Kedua orang ini sama-sama tak bergeming. Sedangkan Yukiji masih terus membuka kancing bajunya satu persatu. Ia tak lupa melepas rompi yang dikenakan olehnya.
“Kau… kenapa mau melakukan ini padaku?”, tanya Yukiji tanpa menoleh sedikitpun, wajahnya tertutup oleh poninya yang jatuh karena ia sedang menunduk.
“…………eerr….. karena… aku… menyukaimu….”, Alice benar-benar berdebar hebat. Dibalik wajahnya yang tertutup oleh rambut poninya, Yukiji tersenyum. Ia agak tersipu-sipu.
“Aku tahu… mungkin ini akan terdengar bodoh di mata orang-orang…tapi…”, Alice menunduk. Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Yukiji sudah tertawa duluan dan memotong kembali pembicaraan Alice.
“Hmph.. Ahahahahaha… Tak mungkin kalau pelayan sepertiku dicintai olehmu… Lagipula…”, mendengar alasan seperti itu, Alice menjadi marah.
“Hentikan! Aku tak peduli perbedaan derajat kita…”, ia segera menutup kedua telinganya, bicaranya mulai terbata-bata. Sayup-sayup, isak tangis terdengar.
“Masa bodoh apa yang dikatakan orang-orang… apa kau menganggap cintaku padamu ini hanya main-main?! Apa cinta ini hanya bohong belaka?!”, Alice mulai menangis, tangisannya tak dapat berhenti lagi.
“Aku ingin…. Aku ingin mencintaimu apa adanya!!”, mendengar kalimat itu, Yukiji tak dapat berkata apa-apa lagi. Ia menatap Alice yang tersedu-sedu. Mata blue shappire milik Yukiji terlihat menyesal. Dengan lembut, Yukiji memeluknya dengan erat.
“Maaf… aku tak bermaksud untuk menyakiti hatimu… Aku juga mencintaimu sepenuh hati… Sungguh..“, katanya dengan lembut. Kemudian ia menyeka airmata Alice. Tangisan Alice mulai terhenti, dan ia kemudian mengecup dahi Alice dengan lembut.
“Yu…yukiji…”, Alice menatap mata blue shappire Yukiji dengan penuh arti. Perlahan wajahnya mulai mendekat. Tangan kirinya memegangi pipi Yukiji. Lalu mereka melakukan frenchkiss, Yukiji membuka sedikit mulutnya agar Alice dapat memanjangkan lidahnya dan mereka dapat melumat satu sama lain. Mereka amat menikmatinya. Air liur mereka saling menetes, dan menyatu. Ciuman ini berlangsung lama. Akhirnya ciuman ini terhenti, sambil terengah-engah.
“Kau mau melanjutkannya?”, Tanya Yukiji pada Alice yang memerah dan terlihat berkeringat itu. Yukiji langsung berada di atas Alice, dengan tangan yang menopang badannya.
“Kalau iya, aku tak akan ragu-ragu melakukannya untukmu…”, katanya sambil mengadah dagu Alice dan menatapnya dengan tatapan serius.

--------------TO BE CONTINUED----------------